Tata, I'm Sorry | Cerpen
Dengan muka bete da bibir manyu sepanjang 3 centi, Tata bergegas meninggalkan ruang kelas. Sepanjang hayat dikandung badan, kayaknya hari ini adalah hari yang paling nyebelin. waktu dia muncul di kelas tadi,tak seorang pun yang menyapanya. Bella, teman sebangkunya, yang deme mengomentari penampilannya itu, malah asik dengan teme-temennya yang lain. Belum lagi si Marcell, meskipun dia masih tetep ngintili Tata, cowok berkaca Harry Potter itu tumben-tumbenya nggak gomong sepatah kata.
Kenapa mereka nggak ngeh akan hari spesial ini ya? Boro-boro ngucapin apa kek, kehadirannya di kelas pun bagai nggak ada yang tau. Apa mereka lupa? Ah, masa lupa? Mereka melupakan tanggal spesial cewek paling keren dan jadi panutan di trio gokill ini? Oh, no! Mereka harus dipecat jadi annggota. Remove!
"Ihhh, ngapain lo ngintilin gue?" sentak Tata sebel saat sadar Marcell membuntuti langkahnya.Marcell cuma nyengir kuda sambil membetulkan letak kaca mata Harry Potternya.
"Sana, ah. Gue sebel sama lo!"
"Lha, kenapa sebel? Biasanya gue juga ngintilin lo terus. Hehehe..., punya permen?"
Tata merogoh saku seragamnya. "Nih. Dan ini permen terakhir lo dari gue!"
"Apa?" Marcell terbelalak. "Kok bisa?"
"Ya bisa! Suka-suka gue dong!"
Tiba-tiba Bella muncul lagi dari dalam kelas. "Ada apaan sih, ribut amat?"
Tata tambah bete. Bahkan Bella benar-benar gak ngeh akan kehadirannya di kelas tadi dan sekarang nanya ada apa?
"Lo kenapa, Ta, kok kayaknya lagi senewen gitu?" lajut Bella sambil mengulum cokelat di tangannya yag tinggal sepotek.
Tata memandang wajah sahabatnya itu satu persatu. Pingin banget dia teriak 'Hellowww..., ini hari spesial gue, tau nggak sih?"
"Ya udah kalo memang ini permen terakhir dari lo," ujar Marcell, mengemut permen dari Tata tadi. "Tapi terakhir buat hari ini aja kan? Besok tetep ngasih permen kan?"
"Bodol!" Tata bergegas melanjutkan langkahnya lebar-lebar.
"Taaaa," Bella mengejar langkah Tata. "Lo kenapa sih? Lo lagi dapet?"
"Iya!" seru Tata tanpa menoleh. "Dapet musibah punya sahabat kayak lo da... lo!
"Lho, emang kami kenapa? Perasaan ini masih pagi dan kita-kita belom bikin dosa ama lo..." cacar Bella.
"Bodo. Pokoknya lo berdua tuh sama aja! Gue benci sama lo berdua!" bentak Tata, langkahnya terarah menuju toilet.
"Taaaa!" teriak Bella dan Marcell nyaris bersamaan.
* * *
Di dalam toilet Tata menitihkan airmatanya. Tiga lembar tissue habis sudah da berseraka di lantai. Hari yang harusnya spesial ini menjadi hari yang menyebalkan. Boro-boro dapet kado tiket ke Universal Studio Singapura atau voucher belaja di Pondok Indah Mall. Ucapa dan cipika-cipiki aja nggak ada. Ugh!
Tadi pagi juga begitu. Waktu berangkat ke sekolah, Mama masih asik meringkuk di kamarnya dan Papa belum pulang dari Seoul sejak dua hari lau. Tak ada surprise di atas ranjangnya pagi-pagi saat ia membuka mata, tak ada kue ulang tahun di meja saar ia sarapan. Juga tak ada telepon atau kartu yang dikirim dari Papa. bahka Mbok Nah pun tetap asik denga ulekan sambelnya di dapur. Hhh.., rasaya ini hari menyedihkan nasional!
"Apa salah gue? Apa dosa gue? Kenapa mereka melupakan hari spesial gue? " Tata sesenggukan di atas closet duduk di sekolahnya.
Sembari menghapus airmatanya, Tata ingat setahun lalu. Semua temen-temen sekolah mengucapkan selamat untuk hari spesialya itu. Bahkan di papan mading SMP Pelita Nusantara terpajang beberapa ucapan dari sahabatnya, bahkan guru yag dia benci--Ibu Melinda yang selalu cerita tentang Sejarah Indonesia yang menurutnya membosankan. Lebih mengejutkan lagi, tukang sapu sekolah dan Mbok Jum, penjual siomay kesukaannya di katin pun ikut mengucapkan selamat dan terpajang disana.
"Apa mereka sudah tidak peuli sama gue lagi? Apakah mereka sudah nggak peduli sama gue lagi? Kalo memang begitu, gue pilih pidah sekolah aja. Ngapain gue ada disini! Sekolah di sini menyebalkan. Gue benciiiii!"
Tata sesegguka sembari mengingat apa kesalahannya sampai semua melupakan hari spesialnya. Rasanya dia masih tata yang dulu. Yang nggak sungkan bertemgan siapa saja, berusaha membantu dan menyenangkan orang lain, juga nggak pernah bikin ulah macam-macam kecuali mencekik Marcell kalau keterusan ngintilin sampe toilet, atau narik-narik rambut Bella kalo anak itu kepanjangan ngomentari penampilannya. Sebagai anak pemilik yayasan sekolah ini, Tata tetaplah cewek rendah hati yang selalu baik pada siapa saja.
Tok..tok...tok...
Tata menyusut lagi airmatanya. Tak peduli ketukan di pintu toilet.
"Tata! Lo kenapa?" terdengar panggilan Bella dari luar. "Lo kenapa marah dan ngambeg masuk ke toilet sekolah segala sih? Mendingan lo masuk ke dapur kantin sekolah aja deh,Ta... Kan enak banyak makanan."
"Bodoooo!" Tata cemberut. Bibir tipisnya bergerak-gerak ngomel.
"Ta...? Ayolah, Ta, lo kenapa?" suara Bella masih terdengar membujuk. "Ehh, ehh..., ehhh lo ngapain masuk toilet cewe?! Sana, ke luaaaarr!"
Sementara itu, di luar, Bella sibuk mengusir Marcell yang tiba-tiba mengintilnya hingga masuk toilet cewek. "Eehh..., lo tuh cowok. Sana ke luaaarr! lo mau gue laporin guru BP, heh?"
Tata makin terbelalak mendengar suara Bella. Airmatanya sudah habis. Tissue terakhirnya dilemparkannya ke tempat sampah di sisi toilet duduk.
" Gila lo ya. Lo menghina gue? Emangnya gue harus ganti status jadi cowok mentang-mentang gue belom dapet cowok, heh? Laporin aja! Emangnya gue takut!"
"Udah! Sana lo keluar! Kalo nggak gue teriak nih!" ucap bella mengancam Marcell.
Tata makin kesal. Dia langsung membuka pintu toilet. "Eh, ngapain lo pake ngancem-ngancem gue segala. Lo..." ucapan tata tertahan saat ngeliat Marcell ada di belakang Bella.
"Ya, Bel..iya, " ujar Marcell. "Tadi gue pikir perlu gue ikutan ngebujuk Tata. Gitu doang kok. Nggak bermaksud apa-apa!"
"Iya. Tapi lo kan cowok. Udah, sana. Pergi ggak lo!" ancam Bella sambil bersiap merai keranjang sampajh. "Lumaya nih kalo kena ke jidat lo!"
"Iya, iya... Gue tunggu di luar aj!" ucap Marcell ngibrit, berlalu dari situ.
Melihat Tat muncul di pintu toilet, Bella tersenyum girang. Tapi, tiba-tiba Tata menutup lagi pintu toilet.
"Lho?" Tataaaa! Kok ngerem lagi?"
Zhiinggg!
* * *
Kembali Bella menghapus airmatanya dengan tissue nya yang tinggal selembar. Kenangan yang baru saja terlintas di pikirannya itu sangatlah indah sekaligus menyakitkan. Ia tak pernah menyangka kalau ternyata, peristiwa kemarin siang di sekolah, tepat di hari ulang tahun sahabat terbaiknya, Tata menjadi kenangan terakhir kalinya. Kejutan yang ingin dipersembahkan, ternyata malah berbalik arah. Dua hari kemudian dia, Marcell dan temen-temen sekelasnya menerima kejutan yang sangat luar biasa dari tuhan. Tata anfal da akhirnya meninggal. Peyakit kelainann jantug yang dideritanya semenjak lahir, telah merenggut hidupnya.
Guduka tanah pemakaman masih merah dan basah. Taburan warna-warni bunga masih memenuhi gundukan tanahnya. Tertera di sebuah nisan "Tata Artavia binti Rangga Sasmita, Lahir 9 Agustus 1997 Waffat 9 Agustus 2012."
Bella dan Marcell beranjak dari duduknya. Diikuti beberapa teman-teman sekelasnya. Yang tersisa tinggal Mama Tata, Papa Tata da beberapa keluarga besarnya yang masih duduk di sisi kanan makam. Suasana duka masih sangat terasa. Tata yang penuh keceriaan, kadang gokil, dan ramah itu, kini sudah tiada. Tak ada lagi ngambegnya. Semua sangat kehilangan.
* * *
Tak jauh dari kerumunan pemakaman, seorang gadis kecil dan bocah laki-laki kecil berpakaian kumal berdiri memandang kerumunan makam. Di tangan gadis kecil itu menggenggang sebuah bunga mawar yang masih segar dan sebuah kertas yang terlipat rapi.
Airmata gadis kecil itu mengalir dari pelupuk matanya. Sementara, bocah laki-laki yang ada di samping gadis kecil itu berusaha memeluknya dari samping. "Kak, kenapa orang baik itu kok meninggalnya cepat ya?" ucapnya sembari menghapus airmatanya dengan lengan tangannya.
Bocah laki-laki itu menggeleng. "Nggak tahu, Na. Kakak juga sedih, kenapa Mbak Tata meninggal. Dia kan sangat baik. Dia yang sering mengajari kita membaca di Rumah Baca Anak Jalanan, dia yang sering memberikan emak uang buat sekolah kita. Dia yang sering membelikan kita mainan."
"Kak..."
"Ya!"
"Suratku ini aku mau ganti dulu deh. Nani mau nulis surat buat tuhan aja. Nani mau tanya sama Tuhan, kenapa Mbak Tata yang di panggil duluan. Kenapa nggak Mbak Rini yang sering marah-marah itu? Atau kalo nggak Mas Jo yang sering mintain duit Nani."
"heih, gak boleh ngomong gitu tentang Mbak Rini atau Mas Jo! Eh, kalo kamu nulis surat buat Tuhan, kamu mau ngirimnya kemana?"
"Nanti aku taruh aja di makamnya Mbak Tata. Pasti nanti diambil sama malaikat dan sampe deh ke Tuhan!"
Dua Bocah kecil itu terus melanjutkan obrolannya. Sesekali, bocah laki-laki kecil itu mengambil kerikil dan melemparkannya.
"Trus, sekolah kita gimana? Kita masih bisa sekolah gak, kak?"
"Kakak nggak tahu. Sekalian aja ntar tanya sama Tuhan..."
Suara obrolan mereka makin lama makin menjauh. Jauh. dan hilang.
Kenapa mereka nggak ngeh akan hari spesial ini ya? Boro-boro ngucapin apa kek, kehadirannya di kelas pun bagai nggak ada yang tau. Apa mereka lupa? Ah, masa lupa? Mereka melupakan tanggal spesial cewek paling keren dan jadi panutan di trio gokill ini? Oh, no! Mereka harus dipecat jadi annggota. Remove!
"Ihhh, ngapain lo ngintilin gue?" sentak Tata sebel saat sadar Marcell membuntuti langkahnya.Marcell cuma nyengir kuda sambil membetulkan letak kaca mata Harry Potternya.
"Sana, ah. Gue sebel sama lo!"
"Lha, kenapa sebel? Biasanya gue juga ngintilin lo terus. Hehehe..., punya permen?"
Tata merogoh saku seragamnya. "Nih. Dan ini permen terakhir lo dari gue!"
"Apa?" Marcell terbelalak. "Kok bisa?"
"Ya bisa! Suka-suka gue dong!"
Tiba-tiba Bella muncul lagi dari dalam kelas. "Ada apaan sih, ribut amat?"
Tata tambah bete. Bahkan Bella benar-benar gak ngeh akan kehadirannya di kelas tadi dan sekarang nanya ada apa?
"Lo kenapa, Ta, kok kayaknya lagi senewen gitu?" lajut Bella sambil mengulum cokelat di tangannya yag tinggal sepotek.
Tata memandang wajah sahabatnya itu satu persatu. Pingin banget dia teriak 'Hellowww..., ini hari spesial gue, tau nggak sih?"
"Ya udah kalo memang ini permen terakhir dari lo," ujar Marcell, mengemut permen dari Tata tadi. "Tapi terakhir buat hari ini aja kan? Besok tetep ngasih permen kan?"
"Bodol!" Tata bergegas melanjutkan langkahnya lebar-lebar.
"Taaaa," Bella mengejar langkah Tata. "Lo kenapa sih? Lo lagi dapet?"
"Iya!" seru Tata tanpa menoleh. "Dapet musibah punya sahabat kayak lo da... lo!
"Lho, emang kami kenapa? Perasaan ini masih pagi dan kita-kita belom bikin dosa ama lo..." cacar Bella.
"Bodo. Pokoknya lo berdua tuh sama aja! Gue benci sama lo berdua!" bentak Tata, langkahnya terarah menuju toilet.
"Taaaa!" teriak Bella dan Marcell nyaris bersamaan.
* * *
Di dalam toilet Tata menitihkan airmatanya. Tiga lembar tissue habis sudah da berseraka di lantai. Hari yang harusnya spesial ini menjadi hari yang menyebalkan. Boro-boro dapet kado tiket ke Universal Studio Singapura atau voucher belaja di Pondok Indah Mall. Ucapa dan cipika-cipiki aja nggak ada. Ugh!
Tadi pagi juga begitu. Waktu berangkat ke sekolah, Mama masih asik meringkuk di kamarnya dan Papa belum pulang dari Seoul sejak dua hari lau. Tak ada surprise di atas ranjangnya pagi-pagi saat ia membuka mata, tak ada kue ulang tahun di meja saar ia sarapan. Juga tak ada telepon atau kartu yang dikirim dari Papa. bahka Mbok Nah pun tetap asik denga ulekan sambelnya di dapur. Hhh.., rasaya ini hari menyedihkan nasional!
"Apa salah gue? Apa dosa gue? Kenapa mereka melupakan hari spesial gue? " Tata sesenggukan di atas closet duduk di sekolahnya.
Sembari menghapus airmatanya, Tata ingat setahun lalu. Semua temen-temen sekolah mengucapkan selamat untuk hari spesialya itu. Bahkan di papan mading SMP Pelita Nusantara terpajang beberapa ucapan dari sahabatnya, bahkan guru yag dia benci--Ibu Melinda yang selalu cerita tentang Sejarah Indonesia yang menurutnya membosankan. Lebih mengejutkan lagi, tukang sapu sekolah dan Mbok Jum, penjual siomay kesukaannya di katin pun ikut mengucapkan selamat dan terpajang disana.
"Apa mereka sudah tidak peuli sama gue lagi? Apakah mereka sudah nggak peduli sama gue lagi? Kalo memang begitu, gue pilih pidah sekolah aja. Ngapain gue ada disini! Sekolah di sini menyebalkan. Gue benciiiii!"
Tata sesegguka sembari mengingat apa kesalahannya sampai semua melupakan hari spesialnya. Rasanya dia masih tata yang dulu. Yang nggak sungkan bertemgan siapa saja, berusaha membantu dan menyenangkan orang lain, juga nggak pernah bikin ulah macam-macam kecuali mencekik Marcell kalau keterusan ngintilin sampe toilet, atau narik-narik rambut Bella kalo anak itu kepanjangan ngomentari penampilannya. Sebagai anak pemilik yayasan sekolah ini, Tata tetaplah cewek rendah hati yang selalu baik pada siapa saja.
Tok..tok...tok...
Tata menyusut lagi airmatanya. Tak peduli ketukan di pintu toilet.
"Tata! Lo kenapa?" terdengar panggilan Bella dari luar. "Lo kenapa marah dan ngambeg masuk ke toilet sekolah segala sih? Mendingan lo masuk ke dapur kantin sekolah aja deh,Ta... Kan enak banyak makanan."
"Bodoooo!" Tata cemberut. Bibir tipisnya bergerak-gerak ngomel.
"Ta...? Ayolah, Ta, lo kenapa?" suara Bella masih terdengar membujuk. "Ehh, ehh..., ehhh lo ngapain masuk toilet cewe?! Sana, ke luaaaarr!"
Sementara itu, di luar, Bella sibuk mengusir Marcell yang tiba-tiba mengintilnya hingga masuk toilet cewek. "Eehh..., lo tuh cowok. Sana ke luaaarr! lo mau gue laporin guru BP, heh?"
Tata makin terbelalak mendengar suara Bella. Airmatanya sudah habis. Tissue terakhirnya dilemparkannya ke tempat sampah di sisi toilet duduk.
" Gila lo ya. Lo menghina gue? Emangnya gue harus ganti status jadi cowok mentang-mentang gue belom dapet cowok, heh? Laporin aja! Emangnya gue takut!"
"Udah! Sana lo keluar! Kalo nggak gue teriak nih!" ucap bella mengancam Marcell.
Tata makin kesal. Dia langsung membuka pintu toilet. "Eh, ngapain lo pake ngancem-ngancem gue segala. Lo..." ucapan tata tertahan saat ngeliat Marcell ada di belakang Bella.
"Ya, Bel..iya, " ujar Marcell. "Tadi gue pikir perlu gue ikutan ngebujuk Tata. Gitu doang kok. Nggak bermaksud apa-apa!"
"Iya. Tapi lo kan cowok. Udah, sana. Pergi ggak lo!" ancam Bella sambil bersiap merai keranjang sampajh. "Lumaya nih kalo kena ke jidat lo!"
"Iya, iya... Gue tunggu di luar aj!" ucap Marcell ngibrit, berlalu dari situ.
Melihat Tat muncul di pintu toilet, Bella tersenyum girang. Tapi, tiba-tiba Tata menutup lagi pintu toilet.
"Lho?" Tataaaa! Kok ngerem lagi?"
Zhiinggg!
* * *
Kembali Bella menghapus airmatanya dengan tissue nya yang tinggal selembar. Kenangan yang baru saja terlintas di pikirannya itu sangatlah indah sekaligus menyakitkan. Ia tak pernah menyangka kalau ternyata, peristiwa kemarin siang di sekolah, tepat di hari ulang tahun sahabat terbaiknya, Tata menjadi kenangan terakhir kalinya. Kejutan yang ingin dipersembahkan, ternyata malah berbalik arah. Dua hari kemudian dia, Marcell dan temen-temen sekelasnya menerima kejutan yang sangat luar biasa dari tuhan. Tata anfal da akhirnya meninggal. Peyakit kelainann jantug yang dideritanya semenjak lahir, telah merenggut hidupnya.
Guduka tanah pemakaman masih merah dan basah. Taburan warna-warni bunga masih memenuhi gundukan tanahnya. Tertera di sebuah nisan "Tata Artavia binti Rangga Sasmita, Lahir 9 Agustus 1997 Waffat 9 Agustus 2012."
Bella dan Marcell beranjak dari duduknya. Diikuti beberapa teman-teman sekelasnya. Yang tersisa tinggal Mama Tata, Papa Tata da beberapa keluarga besarnya yang masih duduk di sisi kanan makam. Suasana duka masih sangat terasa. Tata yang penuh keceriaan, kadang gokil, dan ramah itu, kini sudah tiada. Tak ada lagi ngambegnya. Semua sangat kehilangan.
* * *
Tak jauh dari kerumunan pemakaman, seorang gadis kecil dan bocah laki-laki kecil berpakaian kumal berdiri memandang kerumunan makam. Di tangan gadis kecil itu menggenggang sebuah bunga mawar yang masih segar dan sebuah kertas yang terlipat rapi.
Airmata gadis kecil itu mengalir dari pelupuk matanya. Sementara, bocah laki-laki yang ada di samping gadis kecil itu berusaha memeluknya dari samping. "Kak, kenapa orang baik itu kok meninggalnya cepat ya?" ucapnya sembari menghapus airmatanya dengan lengan tangannya.
Bocah laki-laki itu menggeleng. "Nggak tahu, Na. Kakak juga sedih, kenapa Mbak Tata meninggal. Dia kan sangat baik. Dia yang sering mengajari kita membaca di Rumah Baca Anak Jalanan, dia yang sering memberikan emak uang buat sekolah kita. Dia yang sering membelikan kita mainan."
"Kak..."
"Ya!"
"Suratku ini aku mau ganti dulu deh. Nani mau nulis surat buat tuhan aja. Nani mau tanya sama Tuhan, kenapa Mbak Tata yang di panggil duluan. Kenapa nggak Mbak Rini yang sering marah-marah itu? Atau kalo nggak Mas Jo yang sering mintain duit Nani."
"heih, gak boleh ngomong gitu tentang Mbak Rini atau Mas Jo! Eh, kalo kamu nulis surat buat Tuhan, kamu mau ngirimnya kemana?"
"Nanti aku taruh aja di makamnya Mbak Tata. Pasti nanti diambil sama malaikat dan sampe deh ke Tuhan!"
Dua Bocah kecil itu terus melanjutkan obrolannya. Sesekali, bocah laki-laki kecil itu mengambil kerikil dan melemparkannya.
"Trus, sekolah kita gimana? Kita masih bisa sekolah gak, kak?"
"Kakak nggak tahu. Sekalian aja ntar tanya sama Tuhan..."
Suara obrolan mereka makin lama makin menjauh. Jauh. dan hilang.
